BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsepsi etika,
sebenarnya sudah lama diterima sebagai suatu sistem nilai yang tumbuh dan
berkembang pada peradaban manusia, sehingga dengan demikian pada dasarnya etika
berkenaan dengan serangkaian upaya yang menjadikan moralitas atau norma sebagai
landasan bertindak dalam tatanan kehidupan yang kolektip. Sebuah Kode etik merupakan hal yang dimiliki oleh setiap organisasi dimana setiap
individu baik pemimpin dan karyawan yang berada dalam organisasi tersebut harus
patuh dan mengikuti kode etik tersebut. Adanya kode etik tersebut dapat menjadi
tolak ukur bagi individu untuk
berperilaku sesuai dengan peraturan. Kode etik juga dapat menjadi tindakan
pencegahan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang akan terjadi pada organisasi.
Semula Pada awal abad ke 19 dominasi kapitalisme sangat kental ditemukan dalam
pola governance korporasi, Pertumbuhan secara perlahan dari serikat pekerja
selama paruh pertama abad ini mulai mengimbangi dominasi perusahaan yang
sebelumnya mampu menekan tingkat upah dalam upaya memenangkan persaingan bisnis.Mulai paruh abad ke-19 kekuatan serikat
pekerja semakin besar dan bertumbuh sedemikian rupa. Fenomena ini menambah
kompleksitas Governance pada masa itu dan hal ini ditandai dengan munculnya
hubungan (axis) antara para pemegang saham dengan Board of Director
sebagai suatu bentuk respons atas meningkatnya kekuatan serikat pekerja. Pada
era tahun 1970-an, kekuatan yang mempengaruhi governance dalam organisasi
khususnya korporasi menjadi semakin kuat. Sebagian besar waktu manajer pada
masa ini dihabiskan untuk melakukan negosiasi dengan serikat pekerja.
Pada periode ini pula perkembangan governance pada unit
bisnis ditandai dengan berkembangnya era
consumerisme. Hal ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya
persaingan antar sesama korporasi melalui peningkatan kekuatan konsumen sebagai
salah satu stakeholders dari sebuah korporasi. Perkembangan ini membawa
pengaruh signifikan terhadap iklim pengelolaan korporasi yang ditandai dengan
munculnya berbagai tantangan baru bagi perkembangan corporate governance.
Dengan didorongnya dengan perkembangan corporate governance, banyaknya penyimpangan-penyimpangan seperti
kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan oleh pihak-pihak yang ada
dalam organisasi menandakan bahwa adanya kode etik yang telah dilanggar. Hal
ini tentu saja dapat membawa pengaruh yang buruk bagi sebuah organisasi. Adanya
pelanggaran etika dapat membuat para pihak-pihak yang berkepentingan tidak mempercayai organisasi . Selain itu,
pelanggaran etika juga dapat merubah pandangan masyarakat terhadap organisasi
tersebut.
Dalam etika pemerintahan, terdapat asumsi yang berlaku
bahwa melalui penghayatan yang etis yang baik, seorang aparatur akan dapat
membangun komitmen untuk menjadikan dirinya sebagai teladan tentang kebaikan
dan menjaga moralitas pemerintahan. Aparatur
pemerintahan yang baik dan bermoral tinggi, akan senantiasa menjaga dirinya
agar dapat terhindar dari perbuatan tercela, karena ia terpanggil untuk menjaga
amanah yang diberikan, melalui pencitraan perilaku hidup sehari- hari.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas,
maka rumusan masalah dalam penulisan ini :
(1)
Apa yang dimaksud dengan Ethical
Governance?
(2)
Apa yang dimaksud dengan Budaya Etika?
(3)
Bagaimana mengembangkan struktur etika
korporasi?
(4)
Apa yang dimaksud dengan kode perilaku
korporasi?
(5)
Apa yang dimaksud Nilai Etika Perusahaan?
(6)
Bagaimana evaluasi terhadap kode perilaku
korporasi?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
(1)
Untuk mengetahui pengertian Ethical
Governance.
(2)
Untuk mengetahui Budaya Etika.
(3)
Untuk mengetahui pengembangan struktur
etika korporasi.
(4)
Untuk mengetahui kode perilaku korporasi.
(5)
Untuk mengetahui Nilai Etika Perusahaan.
(6)
Untuk mengetahui evaluasi terhadap kode
perilaku korporasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Ethical Governance
Dalam pengertian sempit, etika sama
maknanya dengan moral, yaitu adat istiadat atau kebiasaan. Akan tetapi, etika
juga merupakan bidang studi filsafat atau ilmu tentang adat atau kebiasaan. Pemerintahan
dalam arti sempit dimaksudkan khusus kekuasaan eksekutif Sedangkan pemerintah
dalam arti luas adalah sebuah organisasi atau lembaga yang menjalankan segala
tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Dengan segala fungsi dan kewenangannya.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa etika pemerintahan adalah seperangkat nilai moral dan ajaran tentang
berperilaku baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan
dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan )
terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur,
struktur dan lembaganya. Etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat
pemerintahan. Filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan
sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya
dinyatakan pada pembukaan UUD negara
2.2 Budaya Etika
Setiap negara memiliki budaya yang
berbeda-beda. Dalam setiap budaya, biasanya memiliki keunikan tersendiri.
Budaya tidak hanya soal seni, tapi budaya juga diterapkan dalam etika. Budaya
etika yang baik akan menghasilkan hal yang baik pula. Tidak hanya dalam
kehidupan bermasyarakat, budaya etika juga harus diterapkan dalam berbagai
bidang misalnya bisnis. Konsep etika bisnis tercermin pada corporate culture
(budaya perusahaan). Menurut Kotler (1997) budaya perusahaan merupakan karakter
suatu perusahaan yang mencakup pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma
bersama yang dianut oleh jajaran perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara
karyawannya berpakaian, berbicara, melayani tamu dan pengaturan kantor.
Terdapat tiga faktor yang menjelaskan
perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap perilaku, yaitu:
1.
Keyakinan dan nilai-nilai bersama
2.
Dimiliki bersama secara luas
3.
Dapat diketahui dengan jelas, mempunyai
pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku.
Pendapat umum dalam bisnis bahwa
perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan
perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka
manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen
puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika. Tugas
manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh
organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai, Hal tersebut
dicapai melalui metode tiga lapis yaitu :
(1)
Menetapkan credo perusahaan
Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis
yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan
organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
(2)
Menetapkan program etika;
Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang
dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya
pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
(3)
Menetapkan kode etik perusahaan
Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing.
Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
2.3 Struktur Pengembangan Ethical Governance
Struktur etika korporasi yang dimiliki perusahaan sebaiknya disesuaikan
dengan kepribadian perusahaan tersebut. Selain itu perlu adanya pengembangan
serta evaluasi yang dilakukan perusahaan secara rutin. Pengembangan struktur
etika korporasi ini berguna dalam mencapai tujuan perusahaan yang lebih baik
dan sesuai dengan norma yang ada.
Selain itu, membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada
saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara
keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran
bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders)
maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup,
masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (Stakeholders).
1.
Good Corporate Governance
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah
dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor
swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu
organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh
Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar
Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance,
dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan
perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh
jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan
beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite
audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah
langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”.
Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan
komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada
dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu,
sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi
berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti
investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam
perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai.
Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test)
yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN
adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board
Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance
akan menjadi lebih mudah dan cepat.
- Pengertian GCG (Good Corporate Governance)
Istilah Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury
Committee, Inggris di tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam
laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report (Soekrisno
Agoes, 2006). Adapun beberapa definisi dari berbagai sumber adalah sebagai
berikut :
(1)
Cadbury Committee of United Kingdom : “seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan”
(2)
Agus sukrisno (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan
yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris,
peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola
perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas
penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
(3)
Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai mekanisme
adminsitratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan,
komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders)
yang lain.
(4)
Organization for Economic Cooperation and Development – OECD mendefinisikan GCG sebagai suatu struktur yang terdiri atas para
pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai
perusahan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau
kinerja.
- Prinsip-prinsip dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip GCG merupakan kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang
diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip
GCG yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002
tentang penerapan praktek GCG pada BUMN.
(1) Transparansi
Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan
dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
Contohnya mengemukakan informasi target produksi yang akan dicapai dalam
rencana kerja dalam tahun mendatang, pencapaian laba.
(2) Kemandirian
Suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Misalnya pada perusahaan ini sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya
tidak bertentangan dengan UU lingkungan yg dapat merugikan pihak lain.
(3) Akuntabilitas
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Misalnya seluruh pelaku
bisnis baik individu maupun kelompok tidak boleh bekerja asal jadi,
setengah-setengah atau asal cukup saja, tetapi harus selalu berupaya
menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan hasil yang bermutu tinggi.
(4) Pertanggungjawaban
Kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Contohnya dalam hal ini Komisaris, Direksi, dan jajaran manajemennya dalam
menjalankan kegiatan operasi perusahaan harus sesuai dengan kebijakan yang
telah ditetapkan.
(5) Kewajaran (fairness)
Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya
memperlakukan rekanan sebagai mitra, memberi perlakuan yang sama terhadap semua
rekanan, memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan
sebagainya.
2.4 Kode Perilaku Korporasi (Code
of Conduct)
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang
selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan
moral atau etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku
bisnisdalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam
berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang
berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder.
Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya.
Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai
etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan
diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya.
Pernyataan dan pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code
of conduct. Dengan dilaksanakannya komitmen diharapkan akan menciptakan
nilai tambah tidak saja bagi perusahaan, tetapi juga bagi pelaku bisnis
sehingga kepentingan pelaku bisnis dapat diselaraskan dengan tujuan perusahaan.
Kode perilaku korporasi yang dimiliki oleh suatu perusahaan berbeda dengan
perusahan lainnya karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda
dalam menjalankan usahanya. Adapun prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki
oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
1.
Setiap perusahaan harus memiliki
nilai-nilai perusahaan (Corporate Values) yang menggambarkan sikap moral
perusahaan dalam pelaksanaan tugasnya.
2.
Untuk dapat merealisasikan sikap moral
dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang
disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis
yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan
manifestasi dari nilai-nilai perusahaan
3.
Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis
perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku
agar dapat dipahami dan diterapkan.
2.5 Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan &
pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan
memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa
nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu
kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik
yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja.
Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action).
2.6 Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Untuk mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) di PT Semen Baturaja
(Persero), perseroan telah membekali buku Pedoman Tata Kelola Perusahaan dan
Pedoman Perilaku (Code of Conduct) kepada seluruh karyawan sebagai stakeholders
yang dijadikan pedoman pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang baik.
Disamping itu pengelola Good Corporate Governance bekerjasama dengan
pengelola Audit Internal untuk memantau pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang
diimplementasikan diseluruh jajaran Perusahaan atau dengan sistim Self
Assesment. Perusahaan akan meningkatkan prinsip keterbukaan dengan cara
menginformasikan kegiatannya untuk kepentingan Stakeholders melalui Website PT
Semen Baturaja (Persero)
Penerapan tata kelola perusahaan di
Perseroan bertujuan:
(1)
Memaksimalkan nilai Perusahaan dengan melaksanakan
prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab
dan adil agar Perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara Nasional
maupun Internasional.
(2)
Mendorong pengelolaan Perusahaan secara profesional,
transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian
manajemen
(3)
Mendorong agar manajemen dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran adanya tanggung jawab
sosial Perusahaan terhadap Stakeholder maupun kelestarian lingkungan di sekitar
Perusahaan.
(4)
Meningkatkan kontribusi Perusahaan dalam perekonomian
Nasional.
(5)
Mempersiapkan Perusahaan melakukan privatisasi
Dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
(1)
Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola
Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder
lainnya.
(2)
Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam
menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan
Karyawannya.
(3)
Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang
mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan,
Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best
Practice.
(4)
Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip
tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
(5)
An Auditing Committee Contract – arranges the
Organization and Management of the Auditing Committee along with its
Scope of Work.
(6)
Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan
Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Etika pemerintahan
adalah seperangkat nilai moral dan ajaran tentang berperilaku baik dan benar
sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia.
Dalam Ethical Governance (Etika Pemerintahan) terdapat juga masalah
kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan
lembaganya. Etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan. Dimana Perusahaan-perusahaan yang memiliki budaya etis berisi nilai-nilai etika dan moral dan
dijadikan acuan dalam berperilaku dalam perusahaan tersebut. Budaya etis
diterapkan melalui 3 metode yaitu penetapan credo perusahaan, penetapan program
etika, dan penetapan kode etik perusahaan.
Struktur etika dalam
perusahaan dikembangkan melalui penerapan GCG (Good Corporate Governance).
GCG ada karena banyaknya kasus-kasus seperti Enron, Warrens, yang membutuhkan
prinsip-prinsip etika khususnya dalam pengelolaan bisnis. Selain itu Pengelolaan
perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima
dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code
of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam bersikap dan
berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan
rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan
DAFTAR PUSTAKA
Anti, Riski. Ethical Governance.
Diakses pada tanggal 10 November 2017. http://riskianthi.blogspot.co.id/2012/10/ethical-governance.html
Mohammad, Adi. Etika Governance.
Diakses pada tanggal 10 November 2017. http://adimo22.blogspot.co.id/2014/10/etika-governance.html
Pujianto, Estu. Ethical Governance. Diakses
pada tanggal 10 november 2017. http://estupujianto.blogspot.co.id/2013/10/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
Mohammad, Fadly Assagaf. Ethical Governance. Diakses Pada tanggal 10 November 2017. https://mohammadfadlyassagaf.wordpress.com/2016/12/04/ethical-governance/
Sitohang, Fernando. Ethical Governance. Diakses pada tanggal 11 November 2017. http://fernando-sitohang.blogspot.co.id/2012/10/ethical-governance.html
Sukrisno, Agoes dan I Cenik Candra, 2009,
Teori Akuntansi : Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar